Anda pasti pernah mengalami yang namanya jatuh cinta bukan..? pepatah mengatakan cinta datang dari mata turun kehati. wah berarti cinta itu ada didalam hati bersemayamnya. lantas bagaimana dengan otak ? apakah tidak ada sangkut pautnya antara cinta dengan kinerja otak kita.
ALLAH-LAH
pencipta dunia serta seluruh isinya. Kehidupan yang bermuasal dari Adam
dan Hawa ini, dimulai dengan kisah kasih dan cint. Berayat-ayat Allah
turunkan wahyu yang khusus menerangkan tentang ini, tentang kehidupan
sepasanag suami dan istrinya dengan tali cinta yang mengikat keduanya.
Demikian kehidupan manusia bermul, dimulai oleh cinta. Cinta adalah
suatu panggilan alami, ia lahir bersama lahirnya kita, kemudian tumbuh
besar dan berkembang mengikuti setiap jenjang kehidupan kita. Pada anak
kecil atau makhluk yang tak berakal, cinta berbentuk keinginan akan
sesuatu yang memamng mereka butuh. Beranjak besar dan menjadi makhluk
yang berakal, cinta juga ikut besar bersamanya, berkembang
menyesuaikanya. Cinta berjenis-jenis. Kamu cinta yang berdifinisi hasrat
untuk memberi tanpa berharap menerima, seperti cinta orang tua kepada
anak. Cinta jenis ini tak butuh support atau pendorong dari pihak lain
untuk tumbuh, ia akan tetap lestari dan tetap ada.
Dan
perlu diketahui bahwa hal ini tidak berjalan dua arah, cinta jenis ini
tak dimiliki anak kepada orang tuanya. Karena itu, Al-Qur’an tak sedikit
menempatkan diri sebagai suport bagi anak untuk menumbuhkan cinta
kepada orang tuanya. Dan tidak sebaliknya.
Cinta
adalah munculnya sekumpulan sikap-sikap positif dibarengi reaksi-reaksi
tubuh hasil kerja jaringan tak sadar, seperti detakan jantung
atau merah pipi ketika bertemu dengan kekasih hati. Cinta, pada
dasarnya bertemat pada otak sebagaimana jenis perasaan yang lain. Salah
satu fungsi otak adalah menangani dan sebagai wadah sistem memori serta
navigasi jaringan tubuh kita. Di sana ada sebuah bagian bernama lobus
temporal, lobus ini selain bertugas menyimpan seluruh memori juga semua
yang berkenaan dengan emosi dan perasaan, termasuk perasaan cinta maupun
benci.sistem memori dan informasi data yang berhasil dijaring akan
tersambug dengan sistem pengatur emosi,
perasaan, dan simpati. Sebagaimana kita lihat dalam kehidupan anta
manusia. Misalnya, ketika saya bertemu seseorang di jalan yang saya tak
mengetahuinya sama sekali, ta ada memori ataupun informasi data mengenai
dia dalam lobus temporal otak saya maka sayapun akan lewat begitu saja,
tanpa salam, tanpa sapa, dan seakan-akan tak terjadi apa-apa. Namun,
berbeda jika memori atau informasi data mengenai dia telah terjaring
dalam lobus temporal saya, otak saya akan menyambung memori perkenalan
kami dengan sistem emosi dan rasa, kemudian sayapun memberinya salam.
Bagian lain, yaitu lobus frontal,
mengampu tanggung jawab proses berfikir, mengolah informasi, gerak,
juga rasa tenang. Secara umum, otak menjaring data melalui corong mata.
Dari mata, semua data mengenai bentuk dan segala yangdilihat menyebar ke
lobus-lobus otak, khususnya pada lobus temporal dan frontal, setelah
sebelumnya melalui lobus oksipital yang berfungsi menelaah dat visual.
Ketika data visual berhasil diterima, otak akan mengirim pesan ke
oragan-organ lain sesuai permintaan data. Seperti saat kita bertemu
dengan orang kita cintai, otak akan memberi pesan ke kelenjar otot atau
tangan untuk menyalaminya, pesan kehati hingga frekuensi detakanya
bertambah, serta ke serabut darah pada wajah yang membuat muka kita
memerah, kemudian terakhir, kita akn berkata dialah sang pujaan hati.
Umumnya, pesan-pesan otak yang terkirim ke organ-organ tersebut,
meluncur secara otomatis ke hati, detak nadi, lidah, dan organ lain,
tanpa mampu kita kendalikan penuh. Ketika bertemu dengan orang yang kita
kasihi, saya mungkin biasa untuk tidak menjulurkan tangan untuk
bersalaman denganya. Tetapi mstahil saya bisa mengurangi frekuensi detak
hati yang kian tak terkontrol. Sistem keja ini yang dipakai pengadilan
dalam mendeteksi kebohongan sang terdakwa. Dengan menghadirkan
gambar-gambar, kejadian, atau ucapan yang terkait dengan kasus
didepanya, si pelaku mungkin saja bisa berbohong dengan mulutnya, tapi
tidak dengan detak jantungnya yang makin berdegup, tidak dengan arus
darah yang kian mengalir deras. Hingga diketahui apa yang sebenarnya
terjadi. Karena otak, sebagaiman penjelasan sebelumnya, mengirim
pesan-pesan kebeberapa organ tubuh seperti hati, tanpa diakses terlebih
dahulu ke lobus frontal yang mengoordinir perintah sadar. Ketika kita
tahu ada sseorang dengan akal normal, sedang darinya tak pernah muncul
ciri kecintaan kepada sesuatu, itu berati lobus frontal pada otaknya
mengampu seluruh kerja pengiriman pesan ke organ lain selain hati.
Dari
keteranagn di atas, kita tahu bahwa hati tak memiliki kaitan dengan apa
yang disebut cinta, sebagaimana anggapan khalayak. Hati hanyalah salah
stu dari sekian media yang digunakan otak untuk menyatakan cinta. Sering
dikatakan bahwa mata dan telinga lebih dahulu merasakan nikmat sebelum
hati. Ini ada benarnya, salah satunya karena, otak sebagi pusat cinta
menerima data obyek dari mata dan telinga, kemudian mengolahnya lalu
mengirim pesan reaksinya ke hati. Dengan kata lain, mata terlebih dahulu
kemudian hati, namun mata tak mampu merasakan cinta, otak yang bisa
merasaknya.
Cinta
dalam bahasa psikologi didefinisikan sebagai refleksi balik, yaitu
cinta akan timbul diantara dua pribadi ketika salah satunya berbuat baik
kepada yang lain, berusaha mendekati dengan penuh kelembutan dan kasih,
serta terus menerus. Orang-orang dulu misalnya, mereka berhasil
mencintai istri-istri mereka justru setelah pernikahan, sebagai refleksi
balik dari perlakuan baik dan kasih yang berkesinambungan.
Namun
dalam beberapa keadaaan, cinta justru akan hancur oleh refleksi balik
itu, yaitu ketika sang dicinta acuh tak acuh padanya, cinta akan luluh
betapapun besarnya. Kita lihat banyak pasangan suami-istri yang dulu
saling cinta, bahkan katanya setengah mati, layaknya cinta mereka kepada
ibadah, namun hancur dikemudian hari. Iya, karena cinta mereka tak
menemukan suplai mawaddah wa rahmah yang dibutuhkan untuk bertahan dan tumbuh.
Dalam
banyak ungkapan, manusia mendudukan hati sebagai pahlawan dalam masalah
cinta, sedang akal yang hasil kerja otak dinafi’kan peranya. Inilah,
ketika cinta teralu ditinggikan alam neraca fikir. Karena otak,
khususnya lobus frontal, yang Allah anugerahkan kepada manusia adalah
pembeda antara kita dengan bangsa hewan. Di situ pusat nurani dan
kekuatan, yang menjadikan manusia mampu menciptakan tekad, berjuang, dan
tidak mau dianggap hina. Terlalu meninggalkan cinta, akan menutup mati
peran akal dan menjadikanya kosong. Akal akan mengajak si empunya untuk
memandang lebih jernih sebuah masalah, apakah hal itu hanya akan
menyibukan aktifitasnya, membuang waktu, menjadikanya silau hingga tak
ada yang ia fikirkan sealain sang pujaan hati pada siang dan malam,
meninggalkan kehidupan dan kewajiban-kewajibanya. Iya, sebagaimana yang
kita lihat di dunia anak remaja.
Sedangkan
hati, seketika akan menampakan reaksinya, ia berdetak, ia berdenyut
karena cinta, tanpa menunngu pesan dahulu darri lobus frontal dalam
otak, karena perasaan cinta telah begitu mencengkeram dan menguasai
otaknya. Oleh sebab itu, sikap tengah dan tak berlebihan dalam urusan
cinta adalah yang ideal.